TOPNEWS, Ketapang – Korban penganiayaan Empat karyawan PT Prakarsa Tani Sejati (PTS) oleh sekelompok massa yang diduga dipimpin Ketua DPD Ormas Advokasi Rakyat untuk Nusantar (ARUN) Kalbar, Binsar Ritonga, bersama Kepala Desa Teluk Bayur, Suarmin Boyo, remi melaporkan peristiwa yang mereka alami ke Polres Ketapang.
Peristiwa itu terjadi pada Jumat (31/10/25) di areal kebun milik PT. PTS, di Dusun Sungai Putih, Desa Teluk Bayur, Kecamatan Sungai Laur, ketika gerombolan ormas konvoi mendatangi beberapa satpam perusahaan di sebuah warung. Terjadi adu argumen hingga berujung pada keributan dan aksi kekerasan.
Selaku korban penganiayaan, empat satpam perusahaan mendatangi Polres Ketapang di dukung dari tiga organisasi masyarakat (ormas) Dayak, yakni Bala Pangayo, Tangkin Jenawi, dan 7 Kamang Kalimantan. Ketiganya hadir untuk memberikan dukungan moral serta memastikan proses hukum berjalan sesuai ketentuan.
Pendampingan hukum dilakukan langsung oleh Lemen, S.H., M.H., yang juga Wakil Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Ketapang. Ia menjadi kuasa hukum resmi bagi keempat korban yang merupakan warga masyarakat Dayak.
“Tindakan kekerasan yang dilakukan bersama-sama terhadap empat karyawan PT PTS memenuhi unsur pasal ganda dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,” jelas Lemen di halaman Polres Ketapang, Sabtu (1/11/2025).
Menurutnya, peristiwa ini memenuhi unsur Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.
“Keduanya bisa dijerat secara juncto karena pengeroyokan ini menimbulkan luka nyata pada korban,” ujarnya.
Lemen menegaskan bahwa DAD Ketapang telah menjalin komunikasi dengan DAD Kecamatan Sungai Laur serta Demong Adat setempat agar penegakan hukum dapat berjalan seiring dengan mekanisme adat.
“Kami ingin hukum ditegakkan tanpa intervensi. Tidak boleh ada yang main hakim sendiri, tapi juga tidak boleh pelaku dibiarkan bebas hanya karena punya jabatan atau membawa nama ormas,” tegasnya.
Perwakilan dari ormas Tangkin Jenawi dan 7 Kamang Kalimantan juga meminta aparat kepolisian bertindak tegas terhadap seluruh pelaku, termasuk provokator utama.
“Tidak boleh ada yang kebal hukum, baik ormas maupun aparat desa. Kami percaya pada proses hukum dan akan mengawal sampai tuntas,” kata mereka serempak.
Mereka menambahkan, penganiayaan terhadap empat warga Dayak tersebut menyentuh rasa keadilan dan martabat masyarakat adat.
“Ini bukan hanya soal empat korban, tapi soal harga diri dan keadilan bagi warga Dayak,” tegas perwakilan ormas.
Kasus ini turut mendapat perhatian Panglima Pajaji, tokoh adat Dayak yang disegani di Kalimantan Barat. Dalam video yang beredar di media sosial, ia memberikan ultimatum 3 x 24 jam kepada aparat penegak hukum untuk menangkap para pelaku pengeroyokan.
“Kalau dalam tiga hari pelaku tidak ditangkap, kami sendiri yang akan turun menegakkan keadilan adat. Jangan remehkan darah dan harga diri warga Dayak,” ujar Panglima Pajaji tegas dalam video tersebut.
Pernyataan itu menjadi simbol bahwa masyarakat adat Dayak menaruh perhatian serius terhadap insiden Teluk Bayur. Sejumlah pihak menilai, jika penegakan hukum lamban, potensi eskalasi sosial bisa meningkat mengingat kuatnya solidaritas internal masyarakat Dayak.
Sementara itu, dikutip dari portal media online alamozia.com, Ketua DPD ARUN Kalbar, Binsar Tua Ritonga membantah tudingan bahwa dirinya dan Kepala Desa Teluk Bayur menjadi dalang kerusuhan.
“Tuduhan bahwa Kepala Desa Suarmin Boyo adalah otak kekerasan tidak benar. Justru masyarakat Teluk Bayurlah yang menjadi korban,” bantah Binsar.













